Jumat, 19 Februari 2016

TROUBLE #1

hmm sekarang aku mau kasih kejutan buat para pembaca nih. kalo postan aku sebelumnya tentang artikel informasi, sekarang aku mau sisipin artikel cerita ke blog ini. cerita yang ini karya aku sendiri. semoga menarik perhatian para pembaca yaa...




Pagi yang cerah kembali menyambut membuat semua orang bersemangat melakukan aktifitasnya. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Tara yang baru terbangun dari tidurnya. Segera ia melihat jam di meja samping tempat tidurnya.
“Astaga!Terlambat nih, mati gue.” Seru Tara panik sambil loncat dari tempat tidur dan langsung melesat ke kamar mandi. Lima menit kemudian, Tara sudah gesit ke meja makan untuk menyambar roti isi yang telah disiapkan mamanya dan langsung bergegas pamit.

“Ma, aku berangkat!” Seru Tara sambil terus mengunyah sarapannya.
“Tara tunggu sebentar. Habiskan dulu rotinya.” Sahut mama Tara yang membuat Tara menghentikan langkah.
“Tara makan di jalan aja ma, ga keburu. Udah kesiangan nih nanti bisa-bisa dihukum.” Teriak Tara dari pintu. “Tara berangkat ya ma.” Lanjutnya.
Dengan langkah tergesa-gesa ia menyusuri trotoar menuju halte bus. Sambil berjalan, ia berkali-kali melirik jam tangannya dan tak berhenti menggerutu dalam hati. Setelah sampai di halte, ia masih harus menunggu bus yang menuju ke arah sekolahnya.
“Ah kalo gini mah bisa telat.” Gerutu Tara dalam hati. Beberapa menit Tara menunggu, akhirnya bus yang ditunggu pun datang. Tanpa pikir panjang Tara langsung naik ke dalam dan mencari tempat duduk. Sialnya, seluruh tempat duduk didalam bus sudah penuh. Jadi, dengan kesabaran yang tersisa Tara harus berdiri sepanjang perjalanan.
Sepuluh menit berlalu dan Tara telah sampai di halte depan sekolahnya. Dengan gesit Tara langsung turun dari bus setelah membayar ongkos. Tara melihat gerbang sekolahnya sudah hampir ditutup. Dengan tergesa-gesa Tara berlari menuju gedung sekolahnya. Tepat waktu Tara berhasil sampai di depan gerbang sekolah dengan penampilan berantakan, membuat satpam sekolah geleng-geleng kepala sekaligus merasa iba.
“Bangun kesiangan lagi neng?” Sapa Pak Tarjo, satpam sekolah yang sudah hafal watak Tara.
“Hehe iya nih pak. Tapi makasih loh, bapak selalu nutup gerbang kalo saya udah dateng.” Balas Tara dengan senyum lebar.
“Makasih sih boleh neng, tapi jangan keseringan dong. Nanti bapak yang kena marah gimana?”
“Tenang pak. Nanti saya kasih hadiah kok.” Jawab Tara setengah merayu. “Saya masuk dulu ya pak. Ntar keburu telat.” Lanjutnya dan langsung berlari menuju kelasnya.
Tara segera memasuki ruang kelasnya IX-E. Saat mendengar bel berbunyi, semua murid di kelas Tara langsung kembali ke bangkunya masing-masing dan Tara pun langsung menuju ke bangkunya.
“Selamat pagi, Tara!” Suara riang menyambutnya ketika Tara sudah sampai di bangkunya.
“Pagi juga Yama.” Tara membalas sapaan Yama, teman sebangku dan juga sahabatnya, dengan datar.
“Lailah, semangat dikit dong. Bales sapaan tuh harus ditambahin senyum yang manis. Kaya gini nih.” Yama langsung tersenyum lebar yang membuat kedua mata sipit keturunan Jepang itu hanya tampak seperti garis.
“Hahaha ya deh, aku senyum. Nih.” Tara pun ikut tersenyum lebar yang membuat matanya tak kalah menyipit.
Sebelum sempat membalas ucapan Tara, Bu Marni, wali kelas IX-E sudah melenggang dengan anggun memasuki kelas. Meskipun terlihat anggun dan sangat cantik, Bu Marni adalah pribadi yang sangat tegas dan disiplin. Bu Marni akan menghukum siapa pun yang terlambat masuk kelas.
“Beri salam!” Perintah Henri, ketua kelas IX-E, ketika Bu Marni telah duduk di meja guru.
“Selamat pagi, bu.” Seru seluruh murid kelas IX-E dengan serentak. Bu Marni hanya menjawab singkat sambil tersenyum dan langsung memulai pelajarannya, Matematika.
Dua jam sudah Tara berurusan dengan matematika di pagi hari dan akhirnya bel pertanda istirahat pun berbunyi. Tara mengambil nafas lega dan segera merentangkan kedua tangannya untuk melemaskan otot-otot yang ikut tegang saat pelajaran berlangsung.
“Tara, mau ikut ke kantin?” ajak Yama.
“Hmm.” Gumam Tara dengan telunjuk ditempelkan ke dagu, seperti Tara sedang berpikir.
“Ya ampun ke kantin aja harus mikir dulu kaya mau ngerjain matematika. Udah ah aku laper mau makan bakso Mang Dul. Bye Tara!” Ledek Yama dan langsung meninggalkan Tara.
“Ehh tunggu dong. Aku kan tadi cuma bercanda, aku juga manusia yang memiliki rasa lapar apalagi setelah mendengar kata bakso Mang Dul.” Tukas Tara dengan wajah dibuat memelas. “Tapi kamu yang traktir ya Yama sayang.” Lanjutnya sambil menggandeng lengan Yama.
“Iya deh iya aku traktir kamu. Ayo cepat.” Dengus Yama dan langsung menarik lengan Tara menuju kantin.
Tara dan Yama selalu saja pergi berdua kemana pun, bahkan banyak yang mengira bahwa mereka kembar karena fisik mereka yang hampir sama. Kulit putih pucat, cantik, bermata sipit, rambut hitam, bahkan tinggi badan mereka pun hampir sama. Yang berbeda hanyalah sifat masing-masing. Namun perbedaan sifat tersebut yang membuat mereka sangat dekat.
“Ra, kamu pesen baksonya sana. Nanti aku yang cari mejanya.” Kata Yama setibanya di kantin.
“Eh, kok aku sih?Gamau ah. Kamu mah enak tinggal cari meja terus duduk.” Protes Tara dengan cepat.
“Mending kamu liat dulu deh ke kios Mang Dul ada siapa.” Tukas Yama tak kalah cepat.
“Emangnya ada siapa?” Tanya Tara heran. Namun Yama hanya mengedikan dagu sebagai jawaban ke arah kios Mang Dul dan Tara pun memutar kepalanya agar dapat melihat ke arah yang ditunjuk Yama. Setelah melihat dengan seksama, ia melihat sosok pria tinggi yang langsung membuat jantungnya berdebar tengah mengantri di kios Mang Dul.
“Itu Hans!” Pekik Tara.
“Iya aku juga taulah. Hans Sugandi dari kelas IX-C, kapten basket sekolah kita dan peraih ranking tiga besar di kelasnya. Hans juga orang yang kamu­...”
“Yama, aku mau pesan baksonya kamu cepetan cari mejanya ya.” Potong Tara cepat dan langsung pergi menuju kios Mang Dul.
“Urusan cowo aja gesit.” Gerutu Yama dan langsung mencari meja kosong.
Tara terus melangkah ke kios Mang Dul sampai kakinya berhenti melangkah persis di sebelah Hans.
“Hai.” Tara menyapa lebih dulu dengan ceria.
“Eh, Hai. Mau pesan bakso juga?” Tanya Hans.
“Iya nih.”
“Oh begitu. Kita pesan bareng aja. Kamu pesan berapa mangkuk?”
“2 mangkuk sekalian untuk Yama.”
“Oh, Yama yang kata orang-orang kembaran kamu?”
Tara hanya bisa mengangguk sambil tersipu. Sudah banyak yang mengatakan dirinya dengan Yama seperti anak kembar, namun sekarang yang mengatakan hal tersebut adalah Hans membuat hatinya melambung senang. Tara dan Hans berpisah ketika telah mendapatkan pesanan masing-masing. Tara langsung menghampiri Yama yang sedang duduk di meja dekat taman.
“Nih bakso punyamu.” Kata Tara sambil menyerahkan semanguk bakso ke hadapan Yama.
“Wah, lama banget pesannya. Udah keroncongan nih. Untung aku ga pingsan gara-gara kelaparan.” Gerutu Yama.
“Hehehe maaf, abis ngobrol sama Hans. Jarang-jarangkan aku ngobrol sama dia.”
“Iya deh, yang lagi kasmaran mah susah. Udah ah makan, keburu bel.” Tara dan Yama pun akhirnya makan dalam keheningan.
 

To be continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar