Pagi
yang cerah kembali menyambut membuat semua orang bersemangat melakukan
aktifitasnya. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Tara yang baru terbangun dari
tidurnya. Segera ia melihat jam di meja samping tempat tidurnya.
“Astaga!Terlambat
nih, mati gue.” Seru Tara panik sambil loncat dari tempat tidur dan langsung
melesat ke kamar mandi. Lima menit kemudian, Tara sudah gesit ke meja makan
untuk menyambar roti isi yang telah disiapkan mamanya dan langsung bergegas
pamit.
“Ma,
aku berangkat!” Seru Tara sambil terus mengunyah sarapannya.
“Tara
tunggu sebentar. Habiskan dulu rotinya.” Sahut mama Tara yang membuat Tara
menghentikan langkah.
“Tara
makan di jalan aja ma, ga keburu. Udah kesiangan nih nanti bisa-bisa dihukum.”
Teriak Tara dari pintu. “Tara berangkat ya ma.” Lanjutnya.
Dengan
langkah tergesa-gesa ia menyusuri trotoar menuju halte bus. Sambil berjalan, ia
berkali-kali melirik jam tangannya dan tak berhenti menggerutu dalam hati.
Setelah sampai di halte, ia masih harus menunggu bus yang menuju ke arah
sekolahnya.
“Ah
kalo gini mah bisa telat.” Gerutu Tara dalam hati. Beberapa menit Tara
menunggu, akhirnya bus yang ditunggu pun datang. Tanpa pikir panjang Tara
langsung naik ke dalam dan mencari tempat duduk. Sialnya, seluruh tempat duduk
didalam bus sudah penuh. Jadi, dengan kesabaran yang tersisa Tara harus berdiri
sepanjang perjalanan.
Sepuluh
menit berlalu dan Tara telah sampai di halte depan sekolahnya. Dengan gesit
Tara langsung turun dari bus setelah membayar ongkos. Tara melihat gerbang sekolahnya
sudah hampir ditutup. Dengan tergesa-gesa Tara berlari menuju gedung sekolahnya. Tepat waktu Tara berhasil sampai di depan gerbang sekolah dengan
penampilan berantakan, membuat satpam sekolah geleng-geleng kepala sekaligus
merasa iba.
“Bangun
kesiangan lagi neng?” Sapa Pak Tarjo, satpam sekolah yang sudah hafal watak
Tara.
“Hehe
iya nih pak. Tapi makasih loh, bapak selalu nutup gerbang kalo saya udah
dateng.” Balas Tara dengan senyum lebar.
“Makasih
sih boleh neng, tapi jangan keseringan dong. Nanti bapak yang kena marah
gimana?”
“Tenang
pak. Nanti saya kasih hadiah kok.” Jawab Tara setengah merayu. “Saya masuk dulu
ya pak. Ntar keburu telat.” Lanjutnya dan langsung berlari menuju kelasnya.
Tara
segera memasuki ruang kelasnya IX-E. Saat mendengar bel berbunyi, semua murid
di kelas Tara langsung kembali ke bangkunya masing-masing dan Tara pun langsung
menuju ke bangkunya.
“Selamat
pagi, Tara!” Suara riang menyambutnya ketika Tara sudah sampai di bangkunya.
“Pagi
juga Yama.” Tara membalas sapaan Yama, teman sebangku dan juga sahabatnya,
dengan datar.
“Lailah,
semangat dikit dong. Bales sapaan tuh harus ditambahin senyum yang manis. Kaya
gini nih.” Yama langsung tersenyum lebar yang membuat kedua mata sipit
keturunan Jepang itu hanya tampak seperti garis.
“Hahaha
ya deh, aku senyum. Nih.” Tara pun ikut tersenyum lebar yang membuat matanya
tak kalah menyipit.
Sebelum
sempat membalas ucapan Tara, Bu Marni, wali kelas IX-E sudah melenggang dengan
anggun memasuki kelas. Meskipun terlihat anggun dan sangat cantik, Bu Marni
adalah pribadi yang sangat tegas dan disiplin. Bu Marni akan menghukum siapa
pun yang terlambat masuk kelas.
“Beri
salam!” Perintah Henri, ketua kelas IX-E, ketika Bu Marni telah duduk di meja
guru.
“Selamat
pagi, bu.” Seru seluruh murid kelas IX-E dengan serentak. Bu Marni hanya
menjawab singkat sambil tersenyum dan langsung memulai pelajarannya,
Matematika.
Dua
jam sudah Tara berurusan dengan matematika di pagi hari dan akhirnya bel
pertanda istirahat pun berbunyi. Tara mengambil nafas lega dan segera
merentangkan kedua tangannya untuk melemaskan otot-otot yang ikut tegang saat
pelajaran berlangsung.
“Tara,
mau ikut ke kantin?” ajak Yama.
“Hmm.”
Gumam Tara dengan telunjuk ditempelkan ke dagu, seperti Tara sedang berpikir.
“Ya
ampun ke kantin aja harus mikir dulu kaya mau ngerjain matematika. Udah ah aku
laper mau makan bakso Mang Dul. Bye Tara!” Ledek Yama dan langsung meninggalkan
Tara.
“Ehh
tunggu dong. Aku kan tadi cuma bercanda, aku juga manusia yang memiliki rasa
lapar apalagi setelah mendengar kata bakso Mang Dul.” Tukas Tara dengan wajah
dibuat memelas. “Tapi kamu yang traktir ya Yama sayang.” Lanjutnya sambil
menggandeng lengan Yama.
“Iya
deh iya aku traktir kamu. Ayo cepat.” Dengus Yama dan langsung menarik lengan Tara
menuju kantin.
Tara
dan Yama selalu saja pergi berdua kemana pun, bahkan banyak yang mengira bahwa
mereka kembar karena fisik mereka yang hampir sama. Kulit putih pucat, cantik,
bermata sipit, rambut hitam, bahkan tinggi badan mereka pun hampir sama. Yang
berbeda hanyalah sifat masing-masing. Namun perbedaan sifat tersebut yang
membuat mereka sangat dekat.
“Ra,
kamu pesen baksonya sana. Nanti aku yang cari mejanya.” Kata Yama setibanya di
kantin.
“Eh,
kok aku sih?Gamau ah. Kamu mah enak tinggal cari meja terus duduk.” Protes Tara
dengan cepat.
“Mending
kamu liat dulu deh ke kios Mang Dul ada siapa.” Tukas Yama tak kalah cepat.
“Emangnya
ada siapa?” Tanya Tara heran. Namun Yama hanya mengedikan dagu sebagai jawaban
ke arah kios Mang Dul dan Tara pun memutar kepalanya agar dapat melihat ke arah
yang ditunjuk Yama. Setelah melihat dengan seksama, ia melihat sosok pria
tinggi yang langsung membuat jantungnya berdebar tengah mengantri di kios Mang
Dul.
“Itu
Hans!” Pekik Tara.
“Iya
aku juga taulah. Hans Sugandi dari kelas IX-C, kapten basket sekolah kita dan
peraih ranking tiga besar di kelasnya. Hans juga orang yang kamu...”
“Yama,
aku mau pesan baksonya kamu cepetan cari mejanya ya.” Potong Tara cepat dan
langsung pergi menuju kios Mang Dul.
“Urusan
cowo aja gesit.” Gerutu Yama dan langsung mencari meja kosong.
Tara
terus melangkah ke kios Mang Dul sampai kakinya berhenti melangkah persis di
sebelah Hans.
“Hai.”
Tara menyapa lebih dulu dengan ceria.
“Eh,
Hai. Mau pesan bakso juga?” Tanya Hans.
“Iya
nih.”
“Oh
begitu. Kita pesan bareng aja. Kamu pesan berapa mangkuk?”
“2
mangkuk sekalian untuk Yama.”
“Oh,
Yama yang kata orang-orang kembaran kamu?”
Tara
hanya bisa mengangguk sambil tersipu. Sudah banyak yang mengatakan dirinya
dengan Yama seperti anak kembar, namun sekarang yang mengatakan hal tersebut
adalah Hans membuat hatinya melambung senang. Tara dan Hans berpisah ketika
telah mendapatkan pesanan masing-masing. Tara langsung menghampiri Yama yang
sedang duduk di meja dekat taman.
“Nih
bakso punyamu.” Kata Tara sambil menyerahkan semanguk bakso ke hadapan Yama.
“Wah,
lama banget pesannya. Udah keroncongan nih. Untung aku ga pingsan gara-gara
kelaparan.” Gerutu Yama.
“Hehehe
maaf, abis ngobrol sama Hans. Jarang-jarangkan aku ngobrol sama dia.”
“Iya
deh, yang lagi kasmaran mah susah. Udah ah makan, keburu bel.” Tara dan Yama
pun akhirnya makan dalam keheningan.
To be continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar