Saat
jam istirahat, Yama pergi ke kantin
sendirian. Yama langsung duduk di meja setelah memesan makanannya.
“Hei
sendirian aja nih. Boleh ikut duduk?” Suara yang terdengar berat itu berhasil
membuat Yama mendongak.
“Gimana?Udah
ada kabar dari Tara?” Tanya pemilik suara berat itu, Hans.
“Udah,
katanya dia sakit. Dia juga nitip permintaan maaf ke kamu karena ga bisa
berangkat bareng kamu.” Jawab Yama tanpa mengalihkan pandangan dari makanannya.
“Sakit
apa?”
“Gatau,
nanti siang baru mau ke rumahnya.”
“Eh
aku boleh ikut?” Tanya Hans sedikit ragu.
Yama
sedikit terkejut dan menatap Hans dengan tampang heran. Tapi ia segera
mengangguk, mungkin bisa membuat Tara senang dan cepat sembuh. Sisa jam
istirahat dilewati dengan hening sambil menyantap makanan masing-masing.
Bel
pertanda istirahat selesai baru saja berbunyi, memaksa kaki Yama agar segera
mungkin ke kelas untuk kembali berurusan dengan pelajaran. Sisa hari itu Yama
habiskan untuk berkutat dengan pelajaran yang membuat pikirannya kusut.
Setelah
sekolah hari itu usai, Yama dan Hans bertemu di gerbang sekolah mereka dan
langsung berjalan menuju halte bus. Selama menunggu kedatangan bus, tak ada
yang saling bicara, begitu pula saat di dalam bus.
“Kamu
tau arah rumah Tara kan?” Tanya Hans membuka percakapan.
“Tau.”
Jawab Yama singkat dan sisa perjalanan menuju rumah Tara pun kembali hening.
Tak sampai sepuluh menit perjalanan, mereka sudah sampai di rumah Tara. Yama
langsung mendekati pagar dan menekan bel berkali-kali sampai akhirnya mama Tara
membukakan pagar.
“Siang,
tante. Taranya ada?” Sapa Yama.
“Ada
kok. Ayo masuk.” Jawab mama Tara sambil beranjak masuk. Tara dan Hans segera
masuk ke dalam mengikuti langkah Tante Ira, mama Tara.
“Duduk
dulu Yama dan-“ Perkataan mama Tara terhenti sejenak.
“Hans,
tante.” Jawab Hans segera.
“Baiklah,
Yama dan Hans silahkan duduk dulu. Tante mau panggil Tara dan ambilkan minum.”
Kata mama Tara segera pergi ke kamar Tara.
Tara
terus mengurung diri di kamar dari pagi tadi sehabis sarapan. Tara masih tidak
bisa terima keputusan orangtuanya. Ia merasa gagal sebagai anak karena tak
mampu menjaga hubungan kedua orangtuanya.
“Sekarang
udah waktunya makan siang, bentar lagi mama pasti pulang. Gue harus gimana nih?”
Pikir Tara frustasi. Sejurus kemudian Tara berhenti berpikir karena mendengar
suara pagar rumah dibuka, itu berarti mamanya sudah datang. Tara semakin panik dan tiba-tiba saja sudah
terdengar suara ketukan di pintu kamarnya.
“Sayang,
ini mama. Kita makan siang yuk, mama udah beliin makanan kesukaan kamu loh.”
Suara mamanya terdengar dari balik pintu. Tara memilih diam.
“Tara,
kamu tidur?Kalo ga tidur, tolong buka pintunya.” Suara lembut mamanya kembali
terdengar.
“Tara
belum lapar.” Jawab Tara sedikit ketus. Sebenarnya Tara lapar. Energinya sudah
banyak terkuras karena menangis dari pagi tadi. Tapi sekarang Tara tidak mau
bertemu siapapun, jadi ia rela berbohong.
“Yaudah,
mama simpan di meja makan ya.” Jawab mamanya masih dengan suara lembut. Sedetik
kemudian terdengar langkah kaki mamanya menjauh.
Setelah
tidak lagi mendengar suara mamanya, Tara langsung menghempaskan tubuhnya ke
kasur sambil mendesah keras. Di akhir suara desahannya, Tara mendengar suara
bel rumahnya berbunyi dan tak lama terdengar suara pagar yang dibuka.
“Siapa
ya?” Gumam Tara sambil mengintip dari jendela kamarnya. “Sial. Ga keliatan.”
Umpat Tara kesal. Tak mau ambil pusing, Tara langsung kembali ke tempat
tidurnya dan bersiap untuk tidur. Saat baru beberapa detik matanya terpejam,
suara ketukan kembali terdengar dari pintu kamarnya.
“Tara,
ada teman kamu datang.” Suara lembut mamanya terdengar lagi setelah ketukan di
pintu kamarnya berakhir.
“Siapa?”
Tanya Tara heran.
“Yama
sama Hans.” Jawab mamanya di balik pintu.
Mendengar
hal itu, Tara terdiam sejenak. Mamanya yang tak kunjung mendapatkan jawaban
memanggil nama putrinya.
“Tara.”
“Eh
siapa ma?Hans?Yakin ma?” Tanya Tara beruntun setelah mendapatkan kesadarannya
kembali.
“Iya,
mereka ada di bawah. Kamu cepetan turun ya.”
Tara
langsung bangkit dari tempat tidurnya dan mematut diri di cermin. Mengenaskan.
Hanya itu yang terlintas di pikiran Tara setelah melihat bayangannya di cermin.
Sepersekian detik kemudian, Tara sudah melesat ke kamar mandi untuk mandi
karena dari pagi tadi, tubuhnya belum terkena sabun mandi sekalipun.
Setelah
selesai mandi dan berganti pakaian, Tara segera turun ke bawah untuk menemui
Yama dan Hans.
“Hai.”
Sapa Tara setelah berada di dekat Yama dan Hans.
“Hai.”
Jawab Yama dan Hans serentak.
“Kalian
ngapain ke sini?” Tanya Tara.
“Mau
jenguk lo lah. Eh tapi lo kenapa..” Jawab Yama, namun ucapannya di sela oleh
Tara.
“Oh
gitu, aku gapapa kok. Kalian pulang aja ga usah repot-repot. Maaf ya Hans tadi
pagi kita ga jadi berangkat bareng.”
“Ah
gapapa kok Ra, santai aja.” Jawab Hans sambil tersenyum.
“Hmm..
yaudah deh yuk kita pulang Hans. Cepat sembuh ya.” Kata Yama mengakhiri
pertemuan mereka. Yama tahu bahwa Tara tidak sakit, dia sedang dalam masalah
dan tak ingin diganggu.
“Oke
deh, kita pulang dulu ya Tara. Tolong bilangin ke mama kamu.” Kata Hans dan langsung
melangkah ke depan yang di ikuti Yama dan Tara. sebelum mereka pulang, Yama
berbisik pada Tara, “Cerita aja kalo kamu sudah tenang.” Dan setelah itu Yama
pun melangkah keluar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar