Sabtu, 20 Februari 2016

TROUBLE #3



Jam di meja belajarnya sudah menunjukan waktu pukul sembilan malam, namun belum ada tanda-tanda mama dan papanya akan segera pulang ke rumah. Tara hanya mendesah dalam hati. Mama dan papanya selalu saja pulang malam, membiarkan Tara hanya ditemani kesepian di rumahnya yang besar. Saat Tara sedang asik membaca, terdengar suara gerbang dibuka. Tara segera turun untuk menyambut mama dan papanya. Tara langsung membuka pintu rumah dan menunggu orangtuanya di depan pintu.
“Malam ma, malam pa.” Sapa Tara dengan senyum manisnya ketika melihat mama papanya mendekati pintu. Namun senyumnya seketika memudar ketika melihat wajah orangtuanya. Wajah kedua orangtuanya menggambarkan kemarahan yang sangat besar. Apa yang terjadi?Tara terus berpikir.
“Malam Tara.” Balas mamanya yang langsung membuyarkan pikiran Tara. “Tara belum tidur?” Sambung mamanya. Namun saat mulutnya baru terbuka untuk menjawab, papanya sudah bicara terlebih dahulu.
“Tara, papa dan mama mau bicara sama kamu. Ayo masuk.” Kata papa Tara sambil berlalu melewati Tara yang berdiri mematung karena bingung.
“Ayo sayang, kita masuk.” Ajak mamanya. Tara hanya mengikuti mamanya saat masuk ke dalam. Ada apa ini?Kenapa Tara merasa ada yang tidak beres?Ah mungkin itu cuma persaan, pikir Tara dan langsung menepis perasaan itu. Setelah duduk, papanya menatap Tara cukup lama dalam hening sampai akhirnya berkata, “Tara, papa dan mama mau-“
“Pa, tunggu sebentar.” Sela mamanya.
“Jangan potong ucapan papa, ma.” Tegur papanya tegas.
“Tapi mama rasa sekarang belum saatnya.” Jawab mama tak kalah tegas.
Mendengar hal itu Tara semakin menebak-nebak apa yang akan dikatakan papanya, apakah papanya mau mengatakan bahwa Tara bukan anak kandung mereka?Tidak mungkin. Wajah Tara sangat mirip dengan mama dan papanya. Sebelum Tara berpikir lebih jauh, papanya dan mamanya sudah melanjutkan perdebatan.
“Belum saatnya mama bilang?Kapan lagi kita akan kasih tau Tara?Sidang diadakan 2 hari lagi dan Tara-“ Papa Tara tidak melanjutkan kata-katanya dan melihat ke arah Tara yang hanya bisa diam. Melihat anaknya hanya diam mematung, Om Andri, ayah Tara kembali duduk sambil mengusap wajahnya.
“Sidang?Sidang apa pa?” Tanya Tara setelah cukup lama tak bersuara. “Apa mama dan papa mau bercerai?” Lanjutnya. Tanpa Tara sadari, ujung matanya sudah basah oleh air mata. Hening. Kedua orangtuanya tak ada yang menjawab.
“Apa mama dan papa akan becerai?”Ulangnya dengan nada lebih keras. “Jawab Tara.” Teriak Tara serak, entah kenapa dadanya terasa sangat sesak seperti dihimpit sesuatu. Mama dan papanya hanya bertukar pandang, kemudian papanya mendesah dan menjawab, “iya Tara, maafkan kami.”
Tara tak bisa berkata apapun mendengarnya, air mata yang sudah tidak bisa dibendung lagi akhirnya keluar perlahan, dadanya sudah benar-benar sesak. Setelah kembali mendapatkan kesadarannya, Tara segera lari ke kamarnya. Tara tak menghiraukan mamanya yang memanggil namanya. Merasa tak dapat lagi menahan amarahnya, Tara langsung menangis ketika di kamarnya. Tara mendengarkan pintu kamarnya diketuk berkali-kali, tapi ia tak mau bertemu dengan orangtuanya sekarang. Tara pun terus menangis sampai akhirnya ia jatuh tertidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar