Jam
di meja belajarnya sudah menunjukan waktu pukul sembilan malam, namun belum ada
tanda-tanda mama dan papanya akan segera pulang ke rumah. Tara hanya mendesah
dalam hati. Mama dan papanya selalu saja pulang malam, membiarkan Tara hanya
ditemani kesepian di rumahnya yang besar. Saat Tara sedang asik membaca,
terdengar suara gerbang dibuka. Tara segera turun untuk menyambut mama dan
papanya. Tara langsung membuka pintu rumah dan menunggu orangtuanya di depan
pintu.
“Malam
ma, malam pa.” Sapa Tara dengan senyum manisnya ketika melihat mama papanya
mendekati pintu. Namun senyumnya seketika memudar ketika melihat wajah
orangtuanya. Wajah kedua orangtuanya menggambarkan kemarahan yang sangat besar.
Apa yang terjadi?Tara terus berpikir.
“Malam
Tara.” Balas mamanya yang langsung membuyarkan pikiran Tara. “Tara belum
tidur?” Sambung mamanya. Namun saat mulutnya baru terbuka untuk menjawab,
papanya sudah bicara terlebih dahulu.
“Tara,
papa dan mama mau bicara sama kamu. Ayo masuk.” Kata papa Tara sambil berlalu
melewati Tara yang berdiri mematung karena bingung.
“Ayo
sayang, kita masuk.” Ajak mamanya. Tara hanya mengikuti mamanya saat masuk ke
dalam. Ada apa ini?Kenapa Tara merasa ada yang tidak beres?Ah mungkin itu cuma
persaan, pikir Tara dan langsung menepis perasaan itu. Setelah duduk, papanya
menatap Tara cukup lama dalam hening sampai akhirnya berkata, “Tara, papa dan
mama mau-“
“Pa,
tunggu sebentar.” Sela mamanya.
“Jangan
potong ucapan papa, ma.” Tegur papanya tegas.
“Tapi
mama rasa sekarang belum saatnya.” Jawab mama tak kalah tegas.
Mendengar
hal itu Tara semakin menebak-nebak apa yang akan dikatakan papanya, apakah
papanya mau mengatakan bahwa Tara bukan anak kandung mereka?Tidak mungkin.
Wajah Tara sangat mirip dengan mama dan papanya. Sebelum Tara berpikir lebih
jauh, papanya dan mamanya sudah melanjutkan perdebatan.
“Belum
saatnya mama bilang?Kapan lagi kita akan kasih tau Tara?Sidang diadakan 2 hari
lagi dan Tara-“ Papa Tara tidak melanjutkan kata-katanya dan melihat ke arah
Tara yang hanya bisa diam. Melihat anaknya hanya diam mematung, Om Andri, ayah
Tara kembali duduk sambil mengusap wajahnya.
“Sidang?Sidang
apa pa?” Tanya Tara setelah cukup lama tak bersuara. “Apa mama dan papa mau
bercerai?” Lanjutnya. Tanpa Tara sadari, ujung matanya sudah basah oleh air
mata. Hening. Kedua orangtuanya tak ada yang menjawab.
“Apa
mama dan papa akan becerai?”Ulangnya dengan nada lebih keras. “Jawab Tara.”
Teriak Tara serak, entah kenapa dadanya terasa sangat sesak seperti dihimpit
sesuatu. Mama dan papanya hanya bertukar pandang, kemudian papanya mendesah dan
menjawab, “iya Tara, maafkan kami.”
Tara
tak bisa berkata apapun mendengarnya, air mata yang sudah tidak bisa dibendung
lagi akhirnya keluar perlahan, dadanya sudah benar-benar sesak. Setelah kembali
mendapatkan kesadarannya, Tara segera lari ke kamarnya. Tara tak menghiraukan
mamanya yang memanggil namanya. Merasa tak dapat lagi menahan amarahnya, Tara
langsung menangis ketika di kamarnya. Tara mendengarkan pintu kamarnya diketuk
berkali-kali, tapi ia tak mau bertemu dengan orangtuanya sekarang. Tara pun
terus menangis sampai akhirnya ia jatuh tertidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar