Bel
pulang sekolah berbunyi nyaring membelah langit siang yang amat terik. Seluruh
siswa yang mendengar segera berhamburan keluar kelas, begitu juga dengan Tara
yang langsung menuju halte di seberang jalan depan sekolahnya.
Sinar
matahari yang terik membuat Tara ingin segera sampai rumah dan masuk ke
kamarnya yang dingin. Bus yang Tara tunggu tak kunjung datang membuat Tara
merasa kesal. “Bus sialan. Lama banget.” Umpat Tara dalam hati sambil terus
menunggu kedatangan bus.
“Iya.”
Jawab Tara ketus tanpa menoleh. Tara sudah terlanjur kesal menunggu sehingga
tidak niat menjawab pertanyaan siapa pun.
“Ya
ampun, Tara galak sekali.” Kata orang itu sekenanya yang langsung membuat Tara
geram dan menoleh kearahnya siap melontarkan amarah. Namun..
“Hans!”
Suara Tara tercekat ketika mengetahui sosok itu.
“Ya,
ini aku.” Jawab Hans sambil tersenyum. Senyum Hans berhasil menghilangkan rasa
kesal yang sedari tadi menghantui Tara.
“Ngapain
kamu di sini?Ga dijemput?” Tanya Tara sambil memalingkan mukanya, berharap Hans
tidak melihat wajahnya yang memerah.
“Aku
nunggu bus juga. Mulai hari ini aku gamau diantar jemput lagi, jadi setiap
berangkat dan pulang sekolah aku naik bus.”
“Oh.”
Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Tara, padahal hatinya sedang penuh bunga
karena kalau itu terjadi berarti Tara dan Hans-.
“Ya,
itu berarti kita bisa berangkat dan pulang sekolah bareng karena rumah kita gak
terlalu jauh.” Kata Hans, seperti bisa menerka apa yang sedang Tara pikirkan.
Mendengar
hal itu Tara hanya bisa memandang Hans dengan mulut sedikit terbuka. Oh tidak,
Tara terlihat seperti orang bodoh.
“Loh,
kok diam?Kamu ga suka ya?Kalo begitu kita bisa berangkat dan pulang
sendiri-sendiri. Ga masalah.” Sergah Hans sambil menggaruk rambutnya yang tidak
gatal.
“Eh,
bukan gitu maksudku.” Tukas Tara secepat mungkin agar Hans tak salah sangka.
“Aku mau kok. Lagian berangkat dan pulang sendiri naik bus itu ga enak, kalo
ada teman pasti ga kerasa. Apalagi ditemenin kamu.” Sambungnya spontan. Raut
muka Hans seketika berubah dan Tara langsung mengutuki ucapannya dalam hati.
Sebelum Hans merespon kata-katanya, bus segera datang.
“E-eh
itu busnya udah datang, ayo naik.” Ucap Tara sedikit gugup. Sebagai jawabannya
Hans mengekori Tara memasuki bus dan langsung duduk di sebelah Tara.
Bus
segera melaju membelah jalanan yang cukup lenggang. Selama dalam perjalanan,
mereka hanya bercakap-cakap ringan dan terkadang diselingi tawa. Ah sungguh
hari yang menyenangkan bagi Tara. Rasa kesal langsung berubah menjadi rasa
senang yang tak tertandingi.
Tak
terasa, bus sudah sampai di halte dekat rumah Tara dan Hans, keduanya pun
segera membayar ongkos dan turun dari bus.
“Akhirnya
sampai juga. Seru ya naik bus.” Kata Hans sambil sedikit terkekeh.
“Hahaha
iya memang seru.” Jawab Tara. “Hans, aku duluan ya. Rumah aku kearah sana.”
Sambungnya sambil menunjuk jalan disebelah kanan mereka.
“Yaudah.
Berarti kita berpisah disini. Rumah aku terus ke sana.” Kata Hans juga sambil
menunjuk ke jalan di depan mereka. “Bye Tara. Hati-hati. Besok pagi kita
bertemu di halte ya!” lanjutnya sambil berjalan dan melambai pada Tara.
“Hati-hati
juga.” Jawab Tara sambil melambaikan tangan. Sungguh, Tara seperti merasa
hatinya ada di padang bunga, Tara tak bisa berhenti tersenyum. Setelah punggung
Hans mengecil dari pandangannya, ia segera berjalan menuju rumahnya.
“Ma,
aku pulang.” Seru Tara dari depan pintu ketika sampai di rumahnya.
“Cepat
ganti baju terus makan ya sayang. Masakannya udah di meja makan.” Jawab mamanya
saat Tara sudah masuk rumah.
“Beres
ma. Papa malam ini pulang kan ma?” Tanya Tara yang membuat mamanya sedikit
tersentak.
“Hmm.
Mama gatau sayang, papa kamu belum kasih tau mama. Mungkin lembur lagi.” Jawab
mamanya cepat setelah bisa mengendalikan dirinya.
“Hah
lembur lagi?Udah 3 hari papa ga pulang gara-gara lembur ma, emang papa tidur
dimana?”
“Gatau
Tara. Sekarang cepat ganti bajunya.” Jawab mamanya sambil tersenyum. Tara hanya
mengangguk dan langsung ke kamarnya. Otak Tara sudah dipenuhi oleh Hans
sehingga tidak memikirkan keganjilan yang terjadi.
Tara
langsung merebahkan tubuhnya ke kasur yang empuk dan menyambar ponselnya,
sejurus kemudian Tara sudah menekan nomer ponsel Yama dan langsung menempelkan
ponselnya ke telinga.
“Halo,
ada apa Tara?” Suara Yama terdengar dari ujung sana.
“Yama!”
Teriak Tara langsung histeris. “Lo harus denger ini!” lanjutnya tak kalah
histeris, sampai Yama harus menjauhkan ponsel dari telinganya.
“Ya
ampun, pelan-pelan dong Tara ngomongnya. Gendang telinga aku bisa pecah kalo
kamu teriak-teriak terus.” Gerutu Yama dari seberang telepon.
“Hehe
maaf. Abisnya aku seneng banget tadi bisa pulang bareng sama Hans.”
“Kok
bisa?Bukannya dia selalu di jemput?” Tanya Yama heran.
“Awalnya
aku bingung tapi dia bilang kalo mulai hari ini dia udah ga diantar jemput sama
supirnya.” Jawab Tara antusias tanpa mengecilkan suaranya dan terus bercerita
sampai akhirnya telepon ditutup.
Tara
kemudian segera turun ke meja makan karena perutnya minta diisi dan tidak
melihat lagi mamanya. Mungkin kembali bekerja. “Sendirian lagi deh.” Keluh Tara
sambil tersenyum pahit. Setelah makan Tara hanya menghabiskan waktunya di
kamar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar